Hati, merupakan pusat sumber panas dan kehangatan tubuh, yang menjadi pusat pencitraan dan mencerminkan penampilan kondisi dan keadaan raga sekaligus suasana hati. Hati yang tenang dan damai akan mencerminkan keadaan damai si-empunya. Hati yang sedih akan menampilkan kondisi tubuh yang lesu, tanpa gairah, males dan penuh masalah. Rasa emosi, karakter raut wajah marah juga menandakan bahwa hati itu sedang berada dalam kondisi panas. Semua ekspresi diri kita itu bersumber dari perasaan yang terpendam di dalam hati, yang menjadi driver dalam menentukan tingkat antusiasme seseorang dalam beraktifitas dan keaktifannya sehari-hari.
Seseorang yang hatinya normal tidak memiliki masalah serta berada dalam kondiri yang normal pula, maka ia akan mampu mengekspresikan suasana hatinya dengan penuh totalitas, dan riang hati. Walaupun sebenarnya keadaan luar tubuhnya tidak sesuai dengan kebutuhan dan tidak mendukung sesuai harapan, asal ia mampu mengkondisikan perasaan hatinya dengan penuh syukur, maka hal itu tidak akan menjadi masalah berarti yang akan menyurutkan semangatnya, serta hal ini tak dapat pula memutus semangatnya untuk terus menjadi pribadi yang berakhlak dan berpemahaman ilmu baik.
Hati yang tenang namun penuh dengan tekanan, akan senantiasa merasa was-was dimanapun tempatnya walaupun sebenarnya didalam hati dan pikiran sebenarnya bukan menjadi masalah berarti. Orang yang diliputi rasa was-was, akan terjerembab dalam sebuah posisi stagnan yang merugikan dimana ia tak mampu mengekspresikan apa yang menjadi keinginannya. Hati yang was-was ini diakibatkan doktrinasi perasaan oleh orang lain supaya apa yang ia rasakan sesuai apa yang ia rasakan dan tekanan batin yang diterapkan dengan taruahan ancaman delima yang saling mengikat dengan banyak dibayang-bayangi kegagalan dalam suatu hal (jawa: nyandung nyrimpet). Atau hal ini dapat diartikan bahwa jika apa yang ia rasakan kita laksanakan, jurtru kita akan terjatuh. Namun jika tidak kita ikuti hal itu, justru kita ditarik-tarik dan diganggu-ganggu. hal inilah yang menjami maksud dari tekanan batin yang sangat sulit untuk di atasi, sebagai sebuah pilihan yang saling memberatkan dan mempengaruhi.
Pikiran yang diikat dengan tekanan-tekanan batin akan terpasung dan sulit untuk berkembang menjadi sebuah kesuksesan besar. Salah satu cara untuk terlepas dari itu semua adalah dengan cara melepaskan semua ikatannya, dengan resiko harus mampu mandiri dalam segala hal, baik dari segi pemikiran maupun dari segi pemenuhan kebutuhan. Jika ingin terlepas dari kekangan, maka putuskan ikatannya. Mungkin itu filosofi yang dapat kita petik, ketika melihat seekor kambing yang tetekan dengan perasaan kepanasan karena digembalakan pemiliknya dengan cara diikat. Jika si kambing ini nurut maka diikat dan merasakan kepanasan, namun jika lepas akan dikejar-kejar dan tidak merasakan kenyamanan.
Banyak sekali pemikiran-pemikiran jenius dan bernilai menguntungkan namun kesannya main-main. Misalnya kegiatan menulis, membaca, dll.. namun bagi masyarakat awam, hal seperti in dianggap sebagai membuang-buang waktu dan sia-sia. Masyarakat desa contohnya, lebih menekankan keluarganya untuk bekerja dengan fisik ketimbang dengan otak, namun ketika melihat kesuksesan orang lain suka mengirikan denggan cara picik dan daras yang dangkal serta konyol. Misalnya, mereka berkata "kalau mereka ya enak, tinggal duduk tiap bulan gajian... lain dengan kita kalau gak kerja tiap hari akan kelaparan" inilah yang biasa diutarakan tetua-tetua di pedesaan terhadap anak-anaknya, walaupun padahal kebenarannya hal ini tidak didapatkan dari membalik telapak tangan saja, tapi otaklah yang bekerja diiringi semangat perjuangan yang tinggi dalam mewujudkan cita-cita.
Terkadang pemikiran dan pemahaman orang tua yang masih dangkal suka membatasi pola pikir kita yang lebih baik dan efisien, disebabkan tingkat kekuasaan dan hak otoriter yang dimiliki dan menganggap kita lebih dangkal ilmunya ketimbang mereka. Orang yang memiliki ilmu dan pemahaman, akan menilai sesuatu dari segi manfaat, kenyataan dan bukti/hasil yang akurat. Sedangkan orang yang dangkal pemikirannya akan mudah didoktrinasi untuk mempercayai apa yang diterimanya dari orang yang tingkatannya lebih tua atau memegang kekuasaan di atasnya. Akibatnya kepercayaan yang dianut bukan berasal dari pemahanan dan bukti, namun lebih kepada keumuman yang berlaku di masyarakat akibat contoh yang ditularkan para penguasa yang memiliki jabatan di atas rata-rata masyarakat.
Tekanan batin yang berkepanjangan jika tidak dilepas dapat menimbulkan dampak dalam bentuk stres dan ke-vakuman munculnya ide, atau dapat juga terhalang dari kemampuan berpikiran jernih. Walaupun sebenarnya kemungkinan berkembang itu ada, namun ketika tekanan batin yang menghalangi itu semua hadir pada diri kita, maka dampaknya adalah kebodohan diri dan kematian pemaksimalan kerja otak dalam pengembangan potensi diri. Jangan biarkan diri ini terpasung oleh tekanan batin, karena sangat merugikan diri sendiri dan masa depan kita. Biarkan sel sarat ini membentuk ikatan-ikatan sinapsis yang saling berikatan erat dan saling menguatkan, sehingga setiap permasalahan yang kita terima dapat kita selesaikan dengan baik.